Wednesday, 18 April 2012

Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction. Istilah ini banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Berkembangnya istilah ini dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai subjek kegiatan. Perkembangan teknologi juga memiliki andil dalam mempengaruhi berkembangnya istilah pembelajaran, yaitu bahwa perkembangan teknologi diasumsikan dapat mempermudah siswa dalam mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti media cetak, media audiovisual dan sebagainya. Dari sini paradigma peran guru menjadi berubah, dari sebagai sumber belajar ke perannya sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. 
Gagne (1992:3), menyatakan “instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Mengajar atau teaching adalah bagian dari pembelajaran. Peran guru di sini lebih ditekankan kepada bagaimana merancang berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan dan dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Dalam hal ini Gagne lebih menekankan pada istilah pembelajaran dari pada mengajar , dengan alasan bahwa pembelajaran lebih memberikan dampak secara langsung bagi kegiatan belajar siswa. Pembelajaran mencakup kegiatan yang dapat dilakukan melalui media cetak, media gambar, program televisi dan lain sebagainya. Dengan demikian guru harus dapat memainkan peranannya dalam mengaransemen segala kegiatan pembelajaran.
Dalam pembelajaran siswa diposisikan sebagai subjek belajar yang memegang peran utama, karena itu setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktifitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian perbedaan mendasar antara mengajar dan pembelajaran, adalah mengajar menempatkan guru sebagai pemeran utama memberikan informasi sedangkan pembelajaran guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, mengelola berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa.

Namun demikian dalam pembelajaran, bukan berarti guru harus kehilangan perannya sebagai pengajar, karena pada dasarnya konsep mengajar juga bermakna membelajarkan siswa. Istilah pembelajaran tidak berarti peran guru semakin mengecil, sedangkan peran siswa membesar. Guru tetap harus berperan secara optimal, demikian juga siswa. Perbedaan yang telah dikemukakan, hanya menunjukkan pada perbedaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran. Istilah pembelajaran menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru, artinya tidak akan terjadi pembelajaran tanpa adanya perlakuan guru di sana. Yang membedakan dengan mengajar hanya perlakuannya saja.
Bruce Weil (1980) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran :
Pertama, Proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa, melalui penyediaan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan penggunaan fakta-fakta. Didasarkan pada teori Piaget, bahwa struktur kognitif akan tumbuh manakala siswa memiliki pengalaman belajar. karena itu proses pembelajaran menuntut siswa secara penuh untuk mencari dan menenmukan sendiri.
Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari antara lain pengetahuan fisis, sosial, dan logika yang masing-masing memerlukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian. Pengetahuan ini diperoleh melalui pengalaman indera secara langsung seperti memegang, mengangkat, mengukur dan sebagainya. melalui tindakan langsung tersebut anak membentuk struktur kognitif tentang objek. Pengetahuan Sosial berhubungan dengan perilaku individu dalam sistem sosial atau hubungan antar manusia yang dapat memengaruhi interaksi sosial, seperti atutan, hukum, bahasa, dan lain sebagainya. Pengetahuan tersebut muncul dalam budaya masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda antara masyarakat satu dengan yang lain. pengetahuan ini tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan terhadap suatu objek, melainkan dengan interaksi seseorang dengan orang lain. Wadsworth (1989) menyatakan bahwa ketika anak melakukan interaksi dengan temannya, maka kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial dapat berkembang. Pengetahuan Logika berhubungan dengan berpikir matematis, yaitu pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman dengan suatu objek dan kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapat dari abstraksi berdasarkan koordinasi relasi atau penggunaan objek. Pengetahun logis hanya akan berkembang manakala anak berhubungan dan bertindak dengan suatu objek, meski objek yang dipelajarinya tidak memberikan informasi atau menciptakan pengetahuan matematis. Pengetahuan logis diciptakan dan dibentuk oleh pikiran individu itu sendiri, sedangkan objek yang dipelajarinya hanya bertindak sebagai media saja. Jneis-jenis pengatahuan itu memiliki karakteristik tersendiri, oleh karena itu pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa mestinya berbeda.
Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari temannya sendiri. anak akan lebih efektif bila belajar melalui pergaulan dan hubungan sosial, karena melalui hubungan sosial tersebut anak berinteraksi dan berkomunikasi, berbagi pengalaman dan lain sebagainya, yang memungkinkan mereka berkembang secara wajar.




Monday, 16 April 2012

Implementasi Kurikulum Bagian 2

2. Mengajar merupakan Proses Mengatur Lingkungan
Pandangan mengajar sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan saat ini dianggap sudah tidak sesuai dengan keadaan, didasarkan pada beberapa alasan yang menuntut terjadinya perubahan paradigma dari mengajar sebagai menyampaikan materi pelajaran menjadi sebagi proses mengatur lingkungan :
Pertama, Siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, melainkan organisme yang sedang berkembang. Dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga mereka dapat menlaksanakan tugas perkembangannya dengan baik. Dalam era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi saat ini, tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih kompleks. Guru tidak hanya dituntut untuk lebih aktif mencari informasi yang diperlukan tetapi lebih dari itu harus pula menyeleksi informasi tersebut, sehingga dapat menunjukkan pada siswa informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka. Guru juga memiliki tugas untuk menjaga siswa agar tidak terpengaruh oelh berbagai informasi yang dapat menyesatkan dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Dengan kondisi ini, kemajuan teknologi menuntut perubahan peran guru. Guru tidak hanya berperan sumber belajar yang bertugas menyampaikan infromasi, lebih dari itu adalah sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri.
Kedua, Abad pengetahuan dengan ledakan ilmu pengetahuan, mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin menguasai setiap cabang keilmuan, sehingga ini juga menjadi dasar perubahan paradigma mengajar. Belajar bukan hanya sekadar menghafal informasi, menghafal rumus-rumus, tetapi bagaimana menggunakan informasi dan pengetahuan itu untuk menguasai kemampuan berpikir.
Ketiga, Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi, memungkinkan setiap orang bisa mendapatkan ilmu pengetahuan di mana dan kapan saja. Begitu banyak sumber belajar yang dapat dimanfaatkan untuk menguasai materi pelajaran, mulai dari CD hingga internet. Dengan demikian dewasa ini terjadi kecenderungan perubahan tugas dan tanggung jawab guru dari sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai pengelola pembelajaran.
Keempat, Penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia. Aliran behavioristik, yang menyatakan manusia sebagai organisme pasif mulai ditinggalkan orang, beralih pada aliran kognitif wholistik yang menyatakan manusia sebagai organisme yang memiliki potensi yang menentukan perilaku manusia. Karena itu pendidikan bukan hanya sebagai kegiatan memberikan stimulus, tetapi usaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Siswa tidak lagi dianggap sebagai objek, tetapi sebagai subjek belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya. Pengetahuan bukan merupakan pemberian, tetapi dibangun oleh siswa sendiri.
Pengaturan lingkungan merupakan proses menciptakan iklim yang baik, seperti menata lingkungan, menyediakan alat dan sumber pembelajaran, dan lain sebagainya yang memungkinkan siswa betah dan merasa senang belajar sehingga mereka bisa berkembang secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya. Dari sini istilah pengajar bergeser menjadi “pembelajaran”, yaitu sebagai proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa kea rah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa.
Konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Mengajar berpusat pada siswa (student centered)
Mengajar tidak ditentukan sesuai selera guru, melainkan sangat ditentukan oleh siswa sendiri. Apa yang hendak dipelajari, cara mempelajarinya, siswalah yang akan menentukan sendiri. Siswa berkesempatan mengembangkan gaya belajarnya sendiri. Dengan demikian, peran guru berubah dari sebagai sumber belajar menjadi sebagai fasilitator, artinya guru lebih banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar. Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Kriteria keberhasilan proses mengajar tidak diukur dari sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran, tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Guru berperan tidak hanya sebagai sumber belajar tetapi juga sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah yang dimaksud dengan student centered learning, siswa ditempatkan sebagai subjek belajar sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu materi yang seharusnya dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya harus memerhatikan setiap perbedaan siswa.
b. Siswa sebagai subjek belajar
Siswa tidak dianggap sebagai organisme yang pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Siswa adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.
c. Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Pembelajaran merupakan proses yang berorientasi kepada siswa karena itu ia berlangsung di mana saja dan kapan saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Siswa dapat menjadikan objek asli sebagai sumber belajarnya.
d. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan pembelajaran bukan penguasaan materi pelajaran melainkan proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Karena itu, penguasaan materi pelajaran bukan akhir dari proses pengajaran, tetapi hanya sebagai tujuan perantara menuju pembentukan tingkah laku yang lebih luas, yaitu sejauhmana materi tersebut dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. Karena itu metode yang digunakan lebih bervariasi, seperti diskusi, penugasan, kunjungan dan lain sebagainya, tidak hanya sekedar dengan ceramah.