Sunday 15 January 2012

Model-Model Pengembangan Kurikulum

Model-Model Pengembangan Kurikulum

Menurut Good (1972) dan Travers (1973) model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau system dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambing-lambang lainnya. Model bukan realitas, melainkan sebuah representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Nadler (1988) menjelaskan manfaat model adalah sebagai berikut :
a. Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia
b. Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil onservasi dan penelitian
c. Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks
d. Model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan
Dalam pengembangan kurikulum dikenal beberapa model yang dapat digunakan :
1. Model Tyler


Gambar 1.
Model Tyler

Tyler mengenalkan model ini dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction. Dalam model Tyler ada empat hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum :
A. Menentukan Tujuan
Dalam penyusunan kurikulum, perumusan tujuan merupakan langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan, karena tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan. Untuk merumuskan tujuan, menurut Tyler mengambil sumber dari siswa, studi kehidupan masa kini, disiplin ilmu, filosofis, dan psikologi belajar.
Untuk merumuskan tujuan kurikulum sangat dipengaruhi oleh teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum yang dianut. Karena itu tentu terdapat perbedaan antara tujuan masing-masing model kurikulum, tetapi tujuan kurikulum apa pun bentuk dan modelnya pada dasarnya harus mempertimbangkan berbagai sumber untuk kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
B. Menentukan Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar merupakan aktifitas anak didik dalam berinteraksi dengan lingkungan. Tyler menyatakan : “The term “Learning Experience” is not the same as the content with which acourse deals nor activities performed by the teacher. The term “learning experience” refers to the interaction between the learner and the external conditions in the environment to which he can react, learning takes place through the active behavior of the student; it is what he does that he learns not what the teacher does.” Pengalaman belajar menunjuk pada aktifitas siswa di dalam proses pembelajaran, sehingga pertanyaan yang diajukan adalah “apa yang akan atau telah dikerjakan siswa” bukan “apa yang akan atau telah diperbuat guru”. Untuk itu pemahaman terhadap terhadap minat siswa, maupun latar belakang siswa sangat diperlukan. Untuk menentukan pengalaman belajar ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
Pertama, pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
Kedua, setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa
Ketiga, setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa
Keempat, mungkin dalam satu pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda.
Adapaun bentuk pengalaman belajar dapat berupa :
1.Pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa
2.Pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi
3.Pengalaman belajar untuk mengembangkan sikap sosial
4.Pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat
C. Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Pengorganisasian pengalaman belajar merupakan langkah yang penting karena dengan pengorganisasian yang jelas akan memberikan arah bagi pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga menjadi pengalaman belajar yang nyata bagi siswa. Pengorganisasian ini dituangkan dalam bentuk unit mata pelajaran, maupun program. Ada dua jenis pengorganisasian :
Pertama, pengorganisasian secara vertikal, yaitu menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Misalnya materi IPS kelas 4 dan kelas 5.
Kedua, pengorganisasian secara horizontal, yaitu menguhubungkan pengalaman belajar antar bidang studi yang berbeda tetapi dalam jenjang yang sama, contoh : geografi dan sejarah dalam tingkat yang sama.
Dalam pengorganisasian ini terdapat tiga prinsip yag harus diperhatikan :
1.Prinsip kontinuitas
a.Prinsip yang bersifat vertikal, yaitu bahwa pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan pengalaman belajar selanjutnya.
b.Prinsip bersifat horizontal, yaitu bahwa suatu pengalaman yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
2.Prinsip urutan isi, yaitu setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus memerhatikan tingkat perkembangan siswa.
3.Prinsip integrasi
Pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran satu dikaitkan dengan mata pelajaran yang lain sehingga terbentuk pemahaman yang terintegrasi (holistik), misalnya dalam pengalaman belajar bidang matematika dapat dikaitkan dengan mata pelajaran ekonomi.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan hal yang penting karena dengan evaluasi dapat ditentukan apakah kurikulum yang digunakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah atau belu. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi :
Pertama , evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.
Penilaian dalam evaluasi semestinya harus dapat membandingkan antara penilian awal sebelum siswa melakukan suatu program dengan setelah siswa melakukan program tersebut, sehingga tampak perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ada dua fungsi evaluasi :
- Fungsi sumatif , yaitu Evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh peserta didik.
- Fungsi formatif, yaitu evaluasi untuk melihat efektifitas proses pembelajaran

0 komentar:

Post a Comment