Tuesday 10 January 2012

Pendekatan Pengembangan Kurikulum

A. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum, pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum sendiri memiliki makna yang cukup luas. Sukadinata (2000) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curriculum improvement). Di satu sisi pengembangan kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, hingga pedoman pelaksanaannya (macro curriculum), dan di sisi lain berkenaan dengan penjabaran kurikulum (GBPP) yang telah disusun pusat menjadi rencana dan persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan Rencana Tahunan, caturwulan, satuan pelajaran, dan sebagainya (micro curriculum).
Dengan melihat dua cakupan pengembangan kurikulum, ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangannya. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan kedua adalah pendekatan grassroot, yaitu pengembangan kurikulum dari bawah ke atas, yang diawali oleh inisiatif dari bawah kemudian disebarluaskan pada tingkat dan skala yang lebih luas.
1. Pendekatan Top Down
Pengembangan kurikulum pada pendekatan ini muncul dari pejabat pendidikan atau para administrator atau pemegang kebijakan pendidikan seperti dirjen atau Kepala Kantor Wilayah. Semacam garis komando, pengembangan kurikulum kemudian diteruskan ke bawah, sehingga pendekatan ini disebut juga line staff model. Pendekatan ini biasa digunakan Negara yang memiliki sistem pendidikan sentralisasi.
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini adalah sebagai berikut:
Pertama : pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat di bawahnya, seperti pengawas pendidikan, ahli kurikulum dsb. Tim pengarah ini bertugas merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah pendidikan, dan tujuan umum pendidikan.
Kedua : menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun tim pengarah. Anggota tim ini adalah para ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang sudah berpengalaman. Tim ini bertugas merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat bantu petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum untuk guru.
Ketiga : bila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan atau revisi. Bila perlu kurikulum tersebut akan diujicoba , dievaluasi, dan disempurnakan.
Keempat : para asministrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun tersebut.
Dari langkah-langkah tersebut tampak bahwa inisiaif pengembangan kurikulum berasal dari pemegang kebijakan pendidikan, sedangkan guru hanya bertugas sebagai pelaksanakurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kurikulum, sehingga disebut pendekatan dengan system komando.
2. Pendekatan Grass roots
Pada pendekatan grass roots,inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada wilayah yang lebih luas, karena itu pendekatan ini disebut pendekatan dari bawah ke atas. Pendekatan ini lebih banyak digunakan untuk penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun terkadang juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Dalam pelaksanaanya terdapat dua syarat yang harus dipenuhi :
Pertama : kurikulum yang dikembangkan bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan.
Kedua : guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan yang memadai, yang ditandai dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya meningkatkan kinerjanya, selalu menambah pengetahuan dan wawasannya, untuk menacapai kesempurnaan.
Adapun langkah-langkah untuk melaksanakan pendekatan ini adalah sebagai berikut :
Pertama : menyadari adanya masalah, karena pendekatan ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku.
Kedua : mengadakan refleksi, yaitu dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian, internet, diskusi, wawancara dsb.
Ketiga : mengajukan hipotesis atau jawaban sementara, dengan memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat : menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan. Penentuan di sini juga disertai dengan kajian terhadap berbagai hambatan yang akan terjadi sehingga lebih dini untuk dapat diatasi.
Kelima : mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga masalah yang dihadapi dapat terpecahkan. Di sini bisa dilakukan dengan diskusi antar teman sejawat.
Keenam : membuat dan menyusun laporanhasil pelaksanaan pengembangan melalui grassroot. Langkah ini penting dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain sehingga hasil pengembangan tersebut semakin tersebar.
Pada pedekatan ini guru berperan lebih dari sekedar pelaksana kurikulum, bahkan peran guru sebagai implementator perubahan dan penyempurnaan kurikulum sangat menentukan, sedangkan administrator tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan, tetapi hanya sebagai motivator dan fasilitator.
Pendekatan ini dimungkinkan pada negara dengan system pendidikan yang desentralisasi, sebab kebijakan pendidikan tidak ditentukan oleh pusat, tetapi ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah, karena itu, untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah, dapat terjadi persaingan antar sekolah atau antar daerah.

0 komentar:

Post a Comment