DESAIN KURIKULUM
Desain kurikulum adalah rancangan, pola, atau model kurikulum. Dari dasar kata tersebut mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah/madrasah. Para ahli di bidang kurikulum mengemukakan bermacam-macam desain kurikulum. Diantaranya adalah :
Eisner dan Vallance (1974) membagi desain menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum aktualisasi diri, kurikulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasional akademis.
Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum Subjek akademik.
Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter, kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu.
Brennan (1985) mengembangkan tiga jenis model desain kurikulum yaitu, kurikulum berorientasi pada tujuan (the objective model), model proses, dan model kurikulum yang didasarkan kepada analisis situasional.
Longstreet dan Shane (1993) membagi desain kurikulum ke dalam empat desain yaitu desain kurikulum berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum berorientasi pada anak, desain kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat eklektik.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut Sanjaya (2008) mengemukakan empat macam desain kurikulum, yang kita kaji sebagai berikut :
A. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Longstreet (1993) menyatakan bahwa kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berorientasi atau berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design), didesain berdasarkan struktur ilmu, sehingga disebut juga sebagai kurikulum subjek akademik dengan penekanan pada pengembangan intelektual anak didik. Para ahli berpandangan bahwa desain ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau kemampuan berpikir melalui latihan menggunakan gagasan atau melakukan penelitian ilmiah (Mc. Neil, 1990).
Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu yaitu :
1. Subject Centered Curriculum
Dalam organisasi ini, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah dan tidak saling berhubungan satu sama lain seperti mata pelajaran sejarah, fisika, matematika, dll. Kurikulum ini disebut juga separated subject curriculum
2. Correlated Curriculum,
Pada Correlated Curriculum mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau yang sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield), seperti fisika, biologi, dan kimia dikelompokkan dalam bidang studi IPA
3. Integrated Curriculum
Pada organisasi yang menggunakan model integrated, nama-nama mata pelajaran atau bidang studi sudah tidak nampak. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Maslah tersebut dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit ini, bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari dan menganalisa fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar dengan model ini diharapkan dapat mengembangkangkan seluruh aspek diri anak didik, seperti sikap, emosi atau keterampilan, tidak hanya aspek intelektual mereka.
B. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Desain ini didasarkan pada asumsi bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat, sehingga kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.
Terdapat tiga perspektif desain kurikulum berorientasi pada masyarakat yaitu :
1. Perspektif status quo (the status quo perspective)
Rancangan ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalm kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat. Tokoh aliran ini adalah Franklin Bobbit.
2. Perspektif reformis (reformist perspective)
Dalam perspektif ini kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum ini menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan berperan untuk merubah tatanan masyarakat. Baik pendidikan formal maupun non formal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Tokoh perspektif ini adalah Paulo Freire dan Ivan Illich.
3. Perspektif masa depan (the futurist perspective)
Perspektif ini seirng dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi sosial, yang menekankan pada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dengan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model ini lebih mengutamakan kepentingan sosial dari pada kepentingan individu. Setiap individu harus memahami masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan, untuk kemudian mengembangkan masyarakatnya sendiri. Tokoh perspektif ini adalah Harold Rug.
C. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Desain ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan adalah untuk membantu anak didik, sehingga tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan pada siswa sebagai sumber isi kurikulum, karena itu segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh lepas dari kehidupan anak didik.
Desain berorientasi pada anak didik dapat dilihat minimal dalam dua perspektif yaitu :
1. Perspektif kehidupan anak di masyarakat (the child –in- society perspective)
Pada perspektif ini kurikulum mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di masyarakat. Anak dituntut bukan mempelajari berbagai konsep yang bersifat abstrak, melainkan teori atau konsep yang dihubungkan dengan kehidupan nyata, sehingga apa yang dipelajari di sekolah relevan dengan kenyataan di masyarakat. Tokoh perspektif ini adalah Francis Parker.
2. Perspektif psikologis (the psychological curriculum perspective).
Dalam perspektif psikologis desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, sering diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual. Karena itu dalam perspektif ini, tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi intelektual anak didik saja, tetapi harus mengembangkan seluruh pribadi anak didik sehingga dapat membentuk manusia utuh. Kurikulum humanistic menekankan pada integrasi, yaitu kesatuan pribadi secara utuh antara intelektual, emosional, dan tindakan. Kriteria keberhasilan dalam perspektif ini adalah ditentukan oleh perkembangan anak supaya menjadi manusia yang terbuka dan berdiri sendiri. Proses pembelajaran yang baik adalah manakala memberikan kesempatan kepada anak didik untuk tumbuh berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
D. Desain Kurikulum Teknologis
Model desain kurikulum teknologis difokuskan pada efektifitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua sisi, yaitu :
Desain kurikulum adalah rancangan, pola, atau model kurikulum. Dari dasar kata tersebut mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah/madrasah. Para ahli di bidang kurikulum mengemukakan bermacam-macam desain kurikulum. Diantaranya adalah :
Eisner dan Vallance (1974) membagi desain menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum aktualisasi diri, kurikulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasional akademis.
Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum Subjek akademik.
Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter, kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu.
Brennan (1985) mengembangkan tiga jenis model desain kurikulum yaitu, kurikulum berorientasi pada tujuan (the objective model), model proses, dan model kurikulum yang didasarkan kepada analisis situasional.
Longstreet dan Shane (1993) membagi desain kurikulum ke dalam empat desain yaitu desain kurikulum berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum berorientasi pada anak, desain kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat eklektik.
Dari perbedaan-perbedaan tersebut Sanjaya (2008) mengemukakan empat macam desain kurikulum, yang kita kaji sebagai berikut :
A. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Longstreet (1993) menyatakan bahwa kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berorientasi atau berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design), didesain berdasarkan struktur ilmu, sehingga disebut juga sebagai kurikulum subjek akademik dengan penekanan pada pengembangan intelektual anak didik. Para ahli berpandangan bahwa desain ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau kemampuan berpikir melalui latihan menggunakan gagasan atau melakukan penelitian ilmiah (Mc. Neil, 1990).
Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu yaitu :
1. Subject Centered Curriculum
Dalam organisasi ini, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah dan tidak saling berhubungan satu sama lain seperti mata pelajaran sejarah, fisika, matematika, dll. Kurikulum ini disebut juga separated subject curriculum
2. Correlated Curriculum,
Pada Correlated Curriculum mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau yang sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield), seperti fisika, biologi, dan kimia dikelompokkan dalam bidang studi IPA
3. Integrated Curriculum
Pada organisasi yang menggunakan model integrated, nama-nama mata pelajaran atau bidang studi sudah tidak nampak. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Maslah tersebut dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit ini, bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari dan menganalisa fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar dengan model ini diharapkan dapat mengembangkangkan seluruh aspek diri anak didik, seperti sikap, emosi atau keterampilan, tidak hanya aspek intelektual mereka.
B. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Desain ini didasarkan pada asumsi bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat, sehingga kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.
Terdapat tiga perspektif desain kurikulum berorientasi pada masyarakat yaitu :
1. Perspektif status quo (the status quo perspective)
Rancangan ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalm kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat. Tokoh aliran ini adalah Franklin Bobbit.
2. Perspektif reformis (reformist perspective)
Dalam perspektif ini kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum ini menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan berperan untuk merubah tatanan masyarakat. Baik pendidikan formal maupun non formal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Tokoh perspektif ini adalah Paulo Freire dan Ivan Illich.
3. Perspektif masa depan (the futurist perspective)
Perspektif ini seirng dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi sosial, yang menekankan pada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dengan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model ini lebih mengutamakan kepentingan sosial dari pada kepentingan individu. Setiap individu harus memahami masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan, untuk kemudian mengembangkan masyarakatnya sendiri. Tokoh perspektif ini adalah Harold Rug.
C. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Desain ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan adalah untuk membantu anak didik, sehingga tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan pada siswa sebagai sumber isi kurikulum, karena itu segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh lepas dari kehidupan anak didik.
Desain berorientasi pada anak didik dapat dilihat minimal dalam dua perspektif yaitu :
1. Perspektif kehidupan anak di masyarakat (the child –in- society perspective)
Pada perspektif ini kurikulum mengharapkan materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di masyarakat. Anak dituntut bukan mempelajari berbagai konsep yang bersifat abstrak, melainkan teori atau konsep yang dihubungkan dengan kehidupan nyata, sehingga apa yang dipelajari di sekolah relevan dengan kenyataan di masyarakat. Tokoh perspektif ini adalah Francis Parker.
2. Perspektif psikologis (the psychological curriculum perspective).
Dalam perspektif psikologis desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, sering diartikan sebagai kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual. Karena itu dalam perspektif ini, tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi intelektual anak didik saja, tetapi harus mengembangkan seluruh pribadi anak didik sehingga dapat membentuk manusia utuh. Kurikulum humanistic menekankan pada integrasi, yaitu kesatuan pribadi secara utuh antara intelektual, emosional, dan tindakan. Kriteria keberhasilan dalam perspektif ini adalah ditentukan oleh perkembangan anak supaya menjadi manusia yang terbuka dan berdiri sendiri. Proses pembelajaran yang baik adalah manakala memberikan kesempatan kepada anak didik untuk tumbuh berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
D. Desain Kurikulum Teknologis
Model desain kurikulum teknologis difokuskan pada efektifitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua sisi, yaitu :
- sisi penerapan hasil-hasil teknologi yaitu perencanaan yang sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan alat-alat tersebut adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Dengan penerapan hasil-hasil teknologi sebagai alat, diharapkan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.
- penerapan teknologi sebagai suatu sistem, yaitu menekankan pada penyusunan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan system yang ditandai dengan perumusan tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang harus dicapai. Proses pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan pendidikan diukur dari sejauh mana iswa dapat menguasai atau mencapai tujuan khusus tersebut. Pada sisi kedua ini penerapan teknologi bukan mengenai alat tetapi bagaimana merancang implementasi kurikulum dengan pendekatan sistem.
Mc Neil (1990) menyatakan bahwa tujuan kurikulum teknologi ditekankan kepada pencapaian perubahan tingkah laku yang dapat diukur, karena itu tujuan umum dijabarkan pada tujuan-tujuan yang khusus. Tujuan lebih banyak ditentuakan dari setiap mata pelajaran, dan jarang dari tujuan kemasyarakatan. Semua siswa diharapkan tuntas dalam menguasai tujuan pengajaran.
Kurikulum teknologis memiliki ciri-ciri :
- pergorganisasian materi kurikulum berpatokan pada rumusan tujuan
- materi kurikulum disusun secara berjenjang
- materi kurikulum disusun dari mulai yang sederhana menuju yang kompleks.
Keberhasilan kurikulum teknologi memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
- kesadaran akan tujuan yaitu anak didik perlu memahami bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan
- dalam pembelajaran anak didik diberi kesempatan memraktekkan kecakapan sesuai dengan tujuan
- siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai, karena itu siswa perlu menyadari apakah pembelajaran sudah dianggap cukup atau masih perlu bantuan.
0 komentar:
Post a Comment